Setiap
manusia dalam kehidupannya selalu akan menghadapai masalah. Berat atau
ringannya masalah tersebut bergantung pada bagaimana kita memandang maslah
tersebut. Masalah yang sebenarnya ringan bias jadi berat ketika kita
memandangnya melalui perspektif yang rumit dan begitu pula sebaliknya.
1. Jangan Pernah Menghindari Masalah
Banyak
orang berpikir bagaimana caranya agar terbebas dari masalah (termasuk saya). Tapi,
orang yang seperti itu adalah orang yang pengecut, tidak berani menghadapi
kenyataan. Menghindari masalah hanya akan menunda waktu kita untuk dapat
menyelesaikan masalah tersebut.
Tapi
ada quote “the faster the better”. Quote
itu bisa dijadikan acuan untuk merenungkan kembali apa yang seharusnya kita
lakukan. So, jangan pernanh hindari maslaah itu, semakin cepat kita mendapatkan
masalah itu, semakin cepat pula kita dapat menyelesaikannya.
Penyelesaian
suatu masalah memang tidak bisa dilakukan secepat dan semudah membalikkan
telapak tangan. Maslah yang ada membuat kita menghadapi suatu tekanan emosi
yang mempunyai cara pengungkapan yang berbeda-beda pada setiap individu. Ada individu
yang begitu mendapatkan maslah langsung meledak dan to the point menyelesaikan
masalah itu dengan orang yang bersangkutan. Atau ada pula orang yang memiliki style memecahkan masalah dengan cara
yang berbeda, yaitu detective style. Pada
orang dengan style seperti ini, orang
pada saat mendapat masalah akan mendapat tekanana emosi yang begitu hebat,
orang degan tipe ini cenderung memendam sendiri masalah yang dia hadapi tetapi,
seiring berjalannya waktu, orang ini akan mempu berpikir dengan jernih ketika
ada orang yang benar-benar dia percaya diajak untuk berbagi (perlu waktu). Tetapi,
walaupun orang ini dalam keadaan tertekan, tapi orang dengan tipe ini akan tetap
berusaha menyelesaikan masalah tersebut dengan ‘damai’ karena ingin
mempertahankan situasi yang ada sebelumnya. Semua hal yang berkaitan dengan
masalah akan diselidiki (like detective)
sampai menemukan solusi yang tepat yang akan disampaikan pada waktu dan moment yang tepat pula. So, which one is
you?
2. Jangan Memandang Orang sebagai Sumber
Masalah
Kita
sering kali menuduh orang lain sebagai penyebab masalah yang kita hadapi atau
sebagai sumber masalah. Sebenarnya, sesuatu menjadi masalah ketikan hal itu
tidak sesuai dengan pandangan kita. Simple saja jika kita tidak ingin punya
masalah, jangan pedulikan apa yang terjadi atau dengan bandingkan apa yang
terjadi dengan pandangan kita.
Tetapi,
sebagai makhluk social yang peduli terhadap leingkungan (biotik maupun abiotik),
kita tidak bisa untuk tidak menghiraukan kejadian yang ada di sekitar kita. Karena,
semua yang terjadi di sekitar kita bukan merupakan sesuatu yang bersifat
kebetulan dan semuanya saling terhubung satu sama lain.
Masalah
tidak bersumber pada satu oknum tertentu, tapi masalah itu bersumber pada diri
kita sendiri, jangan memandang sesuatu sebagai masalah jika tidak ingin punya
masalah, so simple… Katakan terimakasih untuk orang yang kamu anggap sebagai "sumber masalah" karena dialah kamu bisa meningkatkan kualitas diri, media pendewasaan diri yang membuat kita bisa "naik kelas"
3. Berpikir Luas
Dalam
menganalisa suatu masalah, diperlukan suatu metode pemikiran yang benar-benar
analitis untuk mampu memahami masalah yang terjadi, menghubungkan fakta yang
berkaitan dengan masalah, dan menyimpulkan serta mencari jalan keluar dari
maslah tersebutj. Kemampuan analisa ini
harus berdasarkan berbagai aspek, tidak bisa hanya dengan pemikiran sempit yang
memandang suatu masalah hanya dari satu aspek. Dalam hal ini, juga berlaku self-introspection.
Dimana, dalam penyelesaian masalah kita melihat bahwa masalah itu muncul tidak
hanya bersalah dari eksternal individu yang bersangkutan, tetapi persentasi
yang besar factor masalah tersebut juga muncul dari internal diri masing-masing
individu.
4. Berpikir Dengan “Sempurna”
Berpikir
dengan sempurna dalam hal ini dimaksudkan adalah mengkondisikan masalah yang
dihadapi sehingga berpatokan pada suatu keadaan ideal sebagai acuan. Orang yang
mampu berpikir seperti ini cenderung perfectionist. Orang yang perfeksionis ini
seperti pisau bermata dua. Disatu sisi, orang yeng perfeksionis ini dapat
berpikir dengan sangat ideal, memakai acuan yang konsisten. Konsistensi pada
orang yang perfeksionis ini didukung dengan tingginya komitmen yang dimiliki
oleh individu ini sehingga, orang dengan tipe ini cenderung mempunya komitmen
yang begitu kuat, setia, dan memandang semuanya dengan ideal.
Namun,
di sisi lain, orang yang perfeksionis mempunyai sedikit kesulitan untuk
menyesuaikan dengan lingkungan yang belum tentu ideal dan belum tentu menerima
acuan yang ia gunakan sebagai sesuatu yang ideal. Orang lain (yang tidak atau
kurang memiliki sifat perfeksionis) sulit menerima dan mengadaptasi pandangan
yang dimiliki orang yang perfeksionis. Sehingga, seikap perfeksionis ini
cenderung bisa jadi bumerang bagi yang memilikinya (it is so meL).
Ada
sebuah quote dari orang bijak bahwa jangan pernah melempar kotoran pada orang
yang melempar kotoran kepada kita, tapi balaslah dengan bunga…
Quote
di atas terdengan sedikit menggunakan “bahasa dewa”… Tapi, akan lebih berkesan
jika kita modifikasi sedikit: “jangan
pernah melempar kotoran pada orang yang melempar kotoran kepada kita, tapi
balaslah dengan bunga, tapi pastikan potnya juga ikut terlempar” Satu
tips, agar pot bunganya lebih berasa, lebih dikumpulkan dulu, nanti dilempar
sekalian…
Dari quote di atas,
kita dapat belajar untuk menjadi orang yang sabar dan sistematis dalam
menyelesaikan masalah. Dalam menghadapi masalah dan mencari penyelesaiannya,
kita harus mengumpulkan bukti-bukti otentik yang berkaitan dengan masalah
tersebut, analisis bukti-bukti yang diperoleh dan terakhir simpulkan.
Satu hal yang
perlu diingat, ketika menghadapi maslah jangan pernah takut untuk menangis
karena dianggao cengeng. Kadang-kadang menangis bisa menjadi salah satu cara
untuk menjernihkan pikiran sehingga mampu mencari solusi yang terbaik untuk
masalah yang kita hadapi, SEMANGATTT!!! :-)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar